KPKM Sultra Soroti Bupati Muna Atas Dugaan Konspirasi dengan PT MPS
![]() |
Foto: Sifajar, Sekretaris KPKM Sultra/Sangfajatnews. |
KENDARI, SANGFAJARMEWS.COM – Kelompok Pemerhati Keadilan Masyarakat (KPKM) Sultra menyoroti kehadiran Bupati Muna di lokasi rencana pembangunan ekowisata mangrove di Motewe yang berada di kawasan hutan mangrove yang juga menjadi Jetty milik PT Mitra Pembangunan Sultra (MPS).
Kehadiran Bupati Muna tersebut oleh KPKM Sultra dinilai secara tidak langsung melegitimasi atau melegalkan aktivitas PT Mitra Pembangunan Sultra (MPS) di pesisir mangrove Motewe tersebut.
Menurut Sifajar, Sekretaris KPKM Sultra, kehadiran Bupati Muna di lokasi bukan atas agenda resmi pemerintah, melainkan atas undangan perusahaan, sehingga menimbulkan pertanyaan serius: 'apakah dukungan Pemda menjadi legitimasi terselubung bagi yang menguntungkan pihak tertentu, termasuk LG, narapidana KPK yang masih menjalani hukuman dengan status asimilasi yang juga diduga mengendalikan PT MPS dengan dalil sebagai pekerja?
"Kami menduga Pemda Muna telah ada legitimasi secara terselubung terhadap PT MPS untuk beroperasi karena kehadiran Pemda Muna bukanlah agenda resmi tetapi berdasarkan undangan atas nama Bupati Muna yang justru diduga kuat menguntungkan pihak-pihak tertentu termasuk LG," ujarnya.
![]() |
Foto: Kehadiran Bupati Muna atas undangan PT MPS di lokasi rencana pembangunan ekowisata mangrove di Motewe yang berada di kawasan hutan mangrove yang juga menjadi Jetty milik PT MPS/Sangfajarnews. |
Sifajar juga mengatakan bahwa aktivitas PT MPS telah berlangsung bertahun-tahun, termasuk pembangunan jetty dikawasan mangrove tersebut, sementara dokumen izin dan status kepemilikan lahan tidak transparan untuk diketahui publik.
"Publik berhak mempertanyakan: apakah kawasan ini milik pribadi atau tetap milik negara? UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP tentang Kawasan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta aturan pengelolaan mangrove menegaskan bahwa mangrove merupakan aset negara yang dilindungi, hanya dapat dikelola dengan izin resmi, dan tidak bisa diklaim atau dimiliki secara pribadi," sambungnya.
Disisi lain, dalih pengembangan ekowisata mangrove dan kegiatan CSR perusahaan, menurut KPKM Sultra, tidak menutupi potensi kerusakan lingkungan yang nyata, termasuk ancaman terhadap ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai penyangga ekologis vital.
"Aktivitas pengembangan ekowisata mangrove dan kegiatan CSR perusahaan yang dilakukan PT MPS, tidaklah memiliki dapat untuk menutupi kerusakan lingkungan sehingga membuat ancaman bagi ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai penyangga ekologis vital. Kawasan itu memiliki peran strategis untuk menahan abrasi, menjaga biodiversitas, dan melindungi masyarakat pesisir," tambah Sifajar.
KPKM Sultra, melalui Sifajar, menegaskan bahwa transparansi dan kepatuhan hukum adalah hak publik, dan dugaan legitimasi aktivitas yang membayangi hukum dan etika publik akan terus diawasi secara ketat.
"Publik berhak mengetahui dokumen legalitas aktivitas PT MPS, termasuk izin pembangunan jeti, serta keterlibatan Pemda dalam memberikan legitimasi. Jika dokumen resmi tidak segera dibuka, aktivitas ini berpotensi menimbulkan pelanggaran pidana serius, termasuk tipikor, gratifikasi, dan pelanggaran UU Lingkungan, dengan kemungkinan pihak yang terlibat dimintai tanggung jawab hukum penuh," tanjut Sifajar.
KPKM Sultra juga menduga kuat adanya konflik kepentingan dan gratifikasi antara Bupati Muna dan Pihak perusahaan dikarenakan kehadiran Bupati Muna tidak memperdulikan kepatuhan aturan dan kejelasan izin.
"Dugaan konflik kepentingan dan gratifikasi antara perusahaan dan oknum pejabat Pemda Muna semakin kuat, mengingat dukungan pemerintah daerah diberikan tanpa memastikan kepatuhan regulasi atau kejelasan izin," tandas Sifajar.***
Editor : Redaksi.