BREAKING NEWS

Habib Nurhammad Angkat Bicara: Pandangan Filsafat Hukum atas Penembakan Lima Petani Pino Raya oleh PT Agro Bengkulu Selatan

Foto: Saat Habib Nurhammad Berkonsultasi bersama Dosen filsafat hukum dari Fakultas Hukum Universitas Bengkulu Dr.Herlita Eryke, S.H., M.H/Sangfajatnews.


BENGKULU, SANGFAJARNEWS.COM - Habib Nurhammad, seorang Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, menyampaikan pandangan filsafat hukumnya terkait tragedi penembakan lima petani Pino Raya oleh pihak yang diduga terkait PT Agro Bengkulu Selatan. 

Peristiwa ini membuka kembali pertanyaan mendasar mengenai keadilan, kekuasaan, dan martabat manusia dalam konteks negara hukum.

Aristoteles menegaskan bahwa keadilan harus memihak pada pihak yang paling rentan. Ketika petani yang memperjuangkan ruang hidup justru menjadi korban kekerasan, maka keadilan substantif runtuh. 

Aquinas menambahkan bahwa hukum kehilangan keabsahannya ketika bertentangan dengan moralitas, dan hilangnya nyawa warga menunjukkan absennya dasar moral tersebut.

Dalam perspektif Kantian, manusia seharusnya diperlakukan sebagai subjek bermartabat. Namun tragedi ini memperlihatkan perlakuan sebaliknya—manusia dijadikan penghalang bagi kepentingan ekonomi. 

Hans Kelsen mengingatkan bahwa norma dasar negara hukum harus membatasi kekuasaan, namun penggunaan senjata dalam sengketa tanah menunjukkan bergesernya norma tersebut.

Lon Fuller menekankan pentingnya moralitas internal hukum, namun konflik agraria yang tumpang tindih memperlihatkan tidak berfungsinya aturan sebagai hukum. Rawls menekankan keadilan bagi kelompok paling lemah, tetapi mereka yang rentan justru tidak memperoleh perlindungan. 

Foucault menggambarkan kekuasaan yang menembus tubuh manusia, dan tragedi ini menunjukkan bentuk kekuasaan yang menghilangkan rasa aman. Radbruch mengingatkan bahwa hukum perlu ditolak ketika ketidakadilan melewati batas, dan lima nyawa yang melayang menjadi bukti kuat bahwa batas itu telah terlampaui.

Ketidakterlibatan Pemerintah sebagai Sumber Utama Krisis

Problematika utama dalam tragedi ini bukan sekadar tindakan kekerasan, tetapi ketidakterlibatan pemerintah dalam menjalankan fungsi dasar negara: menertibkan konflik lahan, memastikan transparansi, mengawasi penggunaan kekuatan, dan melindungi warga rentan. Ketidakhadiran pemerintah menciptakan kekosongan kuasa yang kemudian diisi aktor non-negara—kekuatan yang tidak selalu akuntabel.

Ketika negara absen, hukum kehilangan arah. Ketika negara pasif, kekuasaan lain mengambil alih. Ketika negara tidak hadir, nyawa warga menjadi taruhan.

Tragedi Pino Raya memperlihatkan bahwa ketidakterlibatan pemerintah bukanlah sikap netral, melainkan sumber ketidakadilan itu sendiri. 

Dari sudut pandang filsafat hukum, absennya negara merupakan bentuk kegagalan hukum yang paling berbahaya: hukum berjalan tanpa penjaga, tanpa kompas, dan tanpa keberpihakan pada martabat manusia.***

Laporan : Redaksi.
Editor      : Adhar


Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar