BNPB Mengecilkan Tragedi Sumatera, IJLS: Ini Bukan Sekadar Salah Ucap, Ini Bukti Gagalnya Negara Melindungi Warga
| Foto: Pemanpakan Banjir Sumatera, nampak kayu berserakan dipemukiman warga/Sangfajarnews. |
JAKARTA, SANGFAJARNEWS.COM — Institute for Justice Law and Society (IJLS) mengecam keras pernyataan Kepala BNPB yang menyebut banjir besar di Sumatera “hanya mencekam di media sosial”.
Bagi IJLS, pernyataan ini bukan sekadar keliru atau tak sensitif, ini adalah cermin telanjang betapa negara telah gagal membaca, merasakan, dan menangani derita rakyatnya sendiri.
Henri Silalahi, Executive Komite IJLS, menegaskan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan arogansi kekuasaan yang menempatkan persepsi lebih penting daripada kehidupan manusia.
“Jika ratusan orang tewas dan ratusan lainnya hilang masih dianggap mencekam di medsos, maka kita menghadapi masalah serius: kekuasaan lebih repot mengelola opini publik daripada menyelamatkan nyawa,” tegas Henri, Senin (1/12/2025).
442 Warga Tewas, 402 Hilang: Tetapi Negara Sibuk Berkilah
Data per 1 Desember 2025 mencatat:
– 442 meninggal dunia
– 402 masih hilang
– Ribuan mengungsi, permukiman hancur, infrastruktur lumpuh.
Namun semua itu, oleh BNPB, dipersempit menjadi isu persepsi. IJLS menilai langkah tersebut sebagai bentuk pelemahan fakta dan penyangkalan tanggung jawab negara terhadap hak asasi manusia paling mendasar: hak untuk hidup.
“Negara tidak hanya lambat bergerak, tetapi juga lambat menyadari skala tragedi. Ketika negara gagal mengukur penderitaan rakyat, di sanalah letak kegagalan paling fatal,” ujar Henri.
| Logo Institute for Justice Law and Society (IJLS)/Sanfajarnews. |
Status Darurat Dipersempit: Negara Memandang Bencana dengan Kacamata Birokrasi
BNPB berdalih bencana ini “belum memenuhi kriteria bencana nasional”, argumen ini bagi IJLS adalah alibi birokratis yang memotong jalur bantuan dan menunda mobilisasi sumber daya vital.
“Penetapan status bukan soal teknis, tetapi soal keberpihakan. Ketika negara memilih status paling rendah sementara korban terus bertambah, itu bukan kesalahan administrasi, itu pengabaian kewajiban konstitusional,” tambah Henri.
Bencana Ekologis: Negara, Korporasi, dan Kerusakan yang Mereka Ciptakan
IJLS juga menegaskan bahwa bencana di Sumatera adalah buah dari puluhan tahun kerusakan lingkungan yang dibiarkan dan bahkan dilegitimasi oleh kebijakan negara:
– Deforestasi masif
– Alih fungsi lahan tanpa kontrol
– DAS yang rusak
– Tata ruang yang manipulatif demi investasi
“Ini bukan banjir alamiah. Ini adalah bencana buatan manusia dan pelakunya jelas: pemerintah yang menutup mata, kebijakan yang mengabaikan lingkungan, serta praktek bisnis yang mempreteli daya tahan alam,” kata Henri.
Respons Negara: Simbolik, Terlambat, dan Tidak Berpihak
Di tengah tragedi besar ini, warga tidak membutuhkan retorika, konferensi pers, atau pernyataan defensif. Mereka membutuhkan bantuan nyata, cepat, dan tanpa syarat.
Namun yang terjadi justru sebaliknya:
– Bantuan lambat
– Akses terhambat
– Kebijakan setengah hati
– Pernyataan publik yang meremehkan tragedi
“Ketika korban masih mencari anggota keluarga di reruntuhan, pernyataan Kepala BNPB tentang ‘mencekam di medsos’ menjadi bukan sekadar blunder, tetapi penghinaan terhadap penderitaan,” tegas Henri.
Tuntutan IJLS: Negara Harus Bertanggung Jawab
IJLS mendesak langkah-langkah berikut tanpa kompromi:
1. Penetapan ulang status darurat sesuai skala tragedi.
2. Mobilisasi penuh sumber daya nasional, bukan sekadar provinsi.
3. Audit lingkungan nasional atas wilayah terdampak beserta penindakan hukum.
4. Evaluasi total kinerja BNPB, termasuk pertanggungjawaban pejabatnya.
5. Pemenuhan hak dasar korban tanpa hambatan birokrasi.
“Kekuasaan yang sibuk mengatur persepsi berarti kekuasaan yang telah kehilangan empati. Negara ada untuk melindungi kehidupan — dan ketika ia gagal melakukannya, rakyat berhak mengecam dan menuntut pertanggungjawaban,” tutup Henri.***
Editor : Adhar.
- Dilarang promosi suatu barang
- Dilarang jika memasang link aktif di komentar
- Dilarang keras promosi iklan yang berbau judi, pornografi dan kekerasan
- Dilarang menulis komentar yang berisi sara atau cemuhan
Kebijakan komentar yang bisa Anda temukan selengkapnya disini
Dukungan :
Jika menyukai dengan artikel blog kami, silahkan subscribe blog ini