Konsorsium Pribumi Menggugat Desak PN Kendari Batalkan Rencana Konstatering dan Eksekusi Lahan Warga
![]() |
| Foto: Konsorsium Pribumi Menggugat saat melakukan aksi di PN Kendari/Sangfajarnews. |
KENDARI, SANGFAJARNEWS.COM -Ketegangan atas sengketa lahan di kawasan Eks PGSD simpang empat Wuawua antara warga dan lembaga peradilan kembali mencuat di Kota Kendari.
Konsorsium Pribumi Menggugat secara resmi menyatakan penolakan tegas terhadap rencana konstatering dan eksekusi yang akan dilaksanakan Pengadilan Negeri Kendari di atas lahan milik Kikila Adi Kusuma, ahli waris almarhum H. Ambodalale, yang berlokasi di Kelurahan Kadia, Kecamatan Kadia.
Dalam pernyataan resminya, Konsorsium menilai rencana eksekusi tersebut tidak hanya mengancam hak masyarakat atas tanah, tetapi juga berpotensi mencederai prinsip negara hukum dan keadilan sosial sebagaimana termaktub dalam UUD 1945.
“Selama puluhan tahun Kikila Adi Kusuma dan keluarga hidup dalam ancaman penggusuran. Proses hukum yang berjalan menunjukkan banyak kejanggalan yang harus dibuka secara terang benderang. Negara semestinya hadir melindungi rakyat, bukan malah mengancam hak atas tanah mereka,” tegas Abdulla Ali Arab, Jenderal Lapangan Konsorsium dalam pernyataan sikapnya, Kamis (20/11/2025).
Enam Alasan Penolakan: Dugaan Manipulasi Putusan Hingga Cacat Administrasi Sertifikat
Dalam dokumen pernyataan, Konsorsium Pribumi Menggugat memaparkan setidaknya enam alasan yang menjadi dasar penolakan mereka:
1. Objek gugatan di PN Kendari bukan mengenai hak kepemilikan, melainkan gugatan Perbuatan Melawan Hukum terkait pembongkaran bangunan oleh Satpol PP Provinsi Sultra pada 2014–2015. Karena itu, menurut Konsorsium, tidak semestinya berujung pada konstatering dan eksekusi lahan.
2. Diduga terjadi manipulasi proses kasasi di Mahkamah Agung. Memori kasasi disebut tidak pernah dikirimkan ke MA. Putusan Nomor 3018.K/Pdt/2017 dinilai cacat hukum, sementara Putusan MA Nomor 20/Pdt.g/2020 hingga kini tidak dapat diakses pada sistem resmi MA.
3. Sertifikat Hak Pakai Nomor 18 Tahun 1981 dianggap tidak berlaku, sebab hak pakai tersebut hanya sah selama lahan digunakan untuk Sekolah Pendidikan Guru Negeri (SPGN), yang telah dibubarkan sejak 1989.
4. Sertifikat yang dijadikan dasar eksekusi dinilai cacat administrasi. Warkah sertifikat yang ada di BPN Kendari, Kanwil BPN, maupun Kementerian ATR/BPN disebut tidak koheren dan tidak menunjukkan bahwa lokasi sertifikat berada di atas lahan PGSD milik Kikila Adi Kusuma.
5. Sengketa ini telah masuk agenda resmi DPR RI, melalui Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi II dan Komisi III, dengan Nomor Tiket F254472 dan Nomor Agenda 006966, menandakan adanya atensi serius dari lembaga legislatif.
6. Laporan polisi mengenai dugaan pelanggaran atas sertifikat telah dibuat di Polda Sultra, dengan Nomor LP/349/VII/2017, dan ditindaklanjuti oleh Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri melalui surat R/3350/IX/WAS.2.4./2022.
Desakan Konsorsium: Batalkan Eksekusi, Tegakkan Kepastian Hukum
Berdasarkan temuan tersebut, Konsorsium Pribumi Menggugat secara tegas menyampaikan tuntutannya kepada Pengadilan Negeri Kendari dengan menolak eksekusi lahan tersebut.
“Menolak konstatering dan eksekusi atas lahan PGSD milik Kikila Adi Kusuma yang direncanakan PN Kendari,” ujar Abdulla Ali Arab, selaku Jenderal Lapangan Konsorsium Pribumi Menggugat tersebut.
Konsorsium menyerukan agar lembaga peradilan mengedepankan asas kehati-hatian, keterbukaan, serta menjamin hak masyarakat atas tanah.
Mereka juga meminta agar seluruh proses hukum terkait sengketa tersebut ditinjau ulang secara objektif, independen, dan sesuai prinsip negara hukum.***
Editor : Adhar.

- Dilarang promosi suatu barang
- Dilarang jika memasang link aktif di komentar
- Dilarang keras promosi iklan yang berbau judi, pornografi dan kekerasan
- Dilarang menulis komentar yang berisi sara atau cemuhan
Kebijakan komentar yang bisa Anda temukan selengkapnya disini
Dukungan :
Jika menyukai dengan artikel blog kami, silahkan subscribe blog ini