Biang Perusak Alam di Humbang Hasundutan, Komnas SEI Laporkan PT BEL Ke Kementrian Lingkungan Hidup
JAKARTA, SANGFAJARNEWS.COM – Komite Nasional Sentinel Energy Indonesia (Komnas SEI) melaporkan PT Bakara Energi Lestari (BEL) ke Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atas dugaan Pelanggaran Hukum Lingkungan dan Kerugian Ekologis akibat Operasional Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) Aek Silang II di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbang Hasundutan yang beroperasi komersial sejak 20 Februari 2020, Rabu (13/8/2025).
Empat tahun berselang sejak beroperasi, wajah “energi bersih” itu berubah menjadi mimpi buruk ekologis bagi warga Kecamatan Baktiraja. Sejak 2024 hingga 2025, debit air Sungai Aek Silang menyusut drastis. Air yang dahulu menghidupi sawah-sawah warga, kini tak lagi mengalir cukup untuk mengairi padi. Irigasi lumpuh, pola tanam rusak, panen berkurang. Mata pencaharian warga desa—yang bergantung pada pertanian—terjun bebas, membawa serta kesejahteraan mereka ke titik nadir.
Ironisnya, jauh sebelum krisis ini memuncak, Balai Wilayah Sungai Sumatera II (BWSII) sudah mengeluarkan rekomendasi tegas. Surat Nomor: SA.0203-Bws2/1842 tertanggal 24 September 2024 menyatakan, perpanjangan Surat Izin Pengambilan dan Pemanfaatan Air Permukaan (SIPPA) hanya boleh diberikan bila PT BEL terlebih dahulu membangun lubang pintu pengambilan air dan saluran irigasi demi menjamin distribusi air bagi pertanian rakyat. Rekomendasi ini bukan sekadar prosedur, tetapi perintah untuk menjaga keseimbangan air antara kebutuhan listrik dan kebutuhan hidup warga.
Pada Rapat Dengar Pendapat Komisi D DPRD Sumatera Utara, 22 Juli 2025, PT BEL justru berlindung di balik alasan “cuaca ekstrem” sebagai penyebab kekeringan. Pernyataan ini dibantah mentah-mentah oleh hasil pemantauan BWSII dan investigasi DPRD Sumut. Rapat lanjutan pada 5 Agustus 2025 bahkan mempertegas bahwa sejak awal PT BEL sudah diwanti-wanti agar pengambilan air dari bendungan tidak mengorbankan irigasi masyarakat. Sampai hari ini, kewajiban itu tetap diabaikan.
Dari itu, Komnas SEI menyatakan bahwa Pola kelalaian PT BEL jelas terbaca. Operasional PLTMH Aek Silang II telah melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan—mulai dari UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air, hingga ketentuan dalam UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya.
“Pelanggaran yang dilakukan oleh PT BEL bukan hanya soal izin yang diabaikan, tetapi menyentuh jantung hak asasi manusia. Hak atas air bersih, hak atas pangan, dan hak atas mata pencaharian—yang dijamin UUD 1945, ICESCR, dan berbagai instrumen hukum internasional—telah tercederai. Ketika irigasi hancur, warga kehilangan panen. Ketika panen hilang, dapur rumah tangga pun kosong,” ungkap Michael S, Kordinator Harian Komnas SEI.
![]() |
Bukti laporan Komnas SEI terhadap PT BEL di Kementian Lingkuungan Hidup/Sangfajarnews. |
Michael pun menambahkan bagi masyarakat Baktiraja, Sungai Aek Silang bukan sekadar sumber air, tetapi juga sumber budaya dan spiritual. Ritual adat, tradisi, dan ikatan kultural yang sudah ratusan tahun terjaga kini terusik oleh perubahan aliran sungai. Prinsip Free, Prior, and Informed Consent (FPIC), yang seharusnya menjadi fondasi setiap proyek yang menyentuh wilayah telah diabaikan begitu saja.
PT Bakara Energi Lestari mungkin mengklaim diri sebagai penyedia energi ramah lingkungan, namun bagi rakyat Baktiraja, perusahaan ini adalah biang perusak alam, perampas air, dan perampas masa depan.
Michael pun menyebut, bahwa CSR dan bentuk kepedulian yang dilakukan oleh PT BEL akhir-akhir ini adalah sebagai upaya cuci tangan atas kejahatan yang dilakukan terhadap alam yang berdampak negatif ke warga baktiraja, sejak keberadaan PT BEL di Baktiraja, tidak hanya bencana kekeringan yang terjadi, namun banjir pun kerap melanda wilayah baktiraja.
"Pelanggaran Hukum dan Ekologis oleh PT BEL yang Kami Laporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup bukan hanya demi menegakkan hukum, tetapi demi memastikan bahwa hak rakyat atas air, pangan, dan lingkungan hidup yang sehat tidak lagi diinjak-injak. Laporan ini adalah peringatan keras: Bumi bukan sekadar sumber daya untuk diperas, melainkan rumah yang harus dijaga," tambah Samuel T, Kordinator Umum Komnas SEI.
Samuel pun menambahkan bahwa pihaknya tidak menolak energi terbarukan, tapi tidak ada satu pun pembenaran untuk merampas hak hidup warga demi kepentingan korporasi. Air adalah urat nadi kehidupan, dan ketika itu dikendalikan oleh pihak yang mengabaikan kewajiban, maka negara wajib turun tangan. Ini bukan sekadar pelanggaran lingkungan, ini pelanggaran HAM yang serius.
“Kondisi yang terjadi di PLTMH Aek Silang II telah menunjukkan wajah kelam transisi energi di Indonesia. Energi terbarukan yang dibangun tanpa memperhatikan keberlanjutan sosial dan ekologi hanyalah bentuk kolonialisme baru: mengalihkan sumber daya publik untuk keuntungan privat, sambil meninggalkan rakyat dalam krisis. Selain itu, Permasalahan Lingkungan di PLTMH Aek Silang II harus menjadi preseden bahwa proyek energi, sebesar apa pun investasinya, tidak boleh mengorbankan hak dasar rakyat,” ungkap Samuel.
Komnas SEI meminta KLH untuk segera melakukan audit secara indenpendan terhada izin lingkungan dan SIPPA PT BEL hingga seluruh kewajiban infrastruktur irigasi dipenuhi. Lebih jauh, pemerintah harus menindak tegas dugaan pelanggaran lingkungan dan HAM yang dilakukan, termasuk memerintahkan pemulihan ekologis dan sosial dengan pembiayaan penuh oleh PT BEL.***
Editor : Redaksi.