KKMP-Koperasi Afirmatif Tanpa Afirmasi: Antara Janji Kebijakan dan Praktik Governance
![]() |
| Logo Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Demangan Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta/Sangfajarnews. |
Oleh: Muhammad Fais Hakim Rasyid, S.I.P., Sekretaris Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP) Demangan Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
SANGFAJARNEWS.COM - Negara kembali menghidupkan wacana lama tentang koperasi sebagai sokoguru perekonomian nasional. Melalui pembentukan Koperasi Kelurahan Merah Putih (KKMP), negara memproyeksikan diri sebagai aktor yang berpihak pada ekonomi rakyat berbasis komunitas. KKMP dirancang sebagai kebijakan afirmatif: sebuah intervensi yang secara sadar dimaksudkan untuk memperbaiki ketimpangan struktural, membuka akses modal, dan memperkuat posisi tawar warga kelurahan dalam sistem ekonomi yang timpang.
Namun dalam praktik, afirmasi tersebut tidak bekerja sebagaimana mestinya. Pengalaman di lapangan memperlihatkan bahwa KKMP dibentuk secara afirmatif, tetapi dijalankan dengan logika kebijakan yang netral-pasar, teknokratis, dan minim keberpihakan. Negara hadir kuat dalam fase normatif—pembentukan kelembagaan, sosialisasi, dan legitimasi politik—tetapi melemah ketika koperasi berhadapan dengan risiko ekonomi yang konkret.
Tulisan ini merupakan refleksi kritis dari dalam praktik, berangkat dari pengalaman Koperasi Kelurahan Merah Putih Demangan, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta.
Kebijakan Afirmatif dan Tanggung Jawab Negara
Dalam teori kebijakan publik, kebijakan afirmatif dipahami sebagai kebijakan yang tidak memperlakukan semua aktor secara setara, melainkan secara adil. Keadilan di sini berarti adanya perlakuan asimetris untuk kelompok sasaran yang secara struktural lemah. Negara, melalui kebijakan afirmatif, tidak hanya menetapkan aturan main, tetapi juga mengambil sebagian risiko yang tidak mampu ditanggung oleh kelompok sasaran.
Dengan kerangka ini, koperasi afirmatif seharusnya memperoleh setidaknya tiga hal: akses modal yang dipermudah, mekanisme penjaminan risiko, dan dukungan kelembagaan yang berkelanjutan. Tanpa ketiga elemen tersebut, kebijakan afirmatif akan berhenti sebagai simbol politik, bukan instrumen korektif.
Pengalaman KKMP Demangan menunjukkan bahwa afirmasi berhenti pada tahap pembentukan, tidak berlanjut pada dukungan struktural. Contohnya adalah Ketika koperasi dipercaya terlibat dalam produksi Batik Segoro Amarto Reborn, sesungguhnya seluruh prasyarat ekonomi telah terpenuhi. Perhitungan harga pokok produksi jelas, pasar tersedia, dan rencana usaha dapat dipertanggungjawabkan secara bisnis.
Namun ketika koperasi membutuhkan modal produksi, baik bank Himbara maupun bank daerah tidak menyediakan skema pembiayaan yang relevan. Tidak ada perlakuan khusus bagi koperasi afirmatif. Tidak ada mekanisme penjaminan risiko dari negara. Akhirnya, beban modal dialihkan kepada mitra anggota, yang mana Anggota KKMP Demangan sebagai Perajin batik yang harus mencari pembiayaan secara individual. KKMP tidak ada Modal untuk membiayai. Meskipun ini dapat dipandang positif, dari anggota kembali ke anggota, namun secara kebijakan dapat dikatakan cacat moral.
Alhasil, skema yang dijalankan kemudian bersifat pasca-bayar _(post paid)_: koperasi membeli dari anggota dan menjual kembali sesuai ketentuan. Dalam kondisi ini, koperasi tidak lagi berfungsi sebagai alat kolektif akumulasi modal, melainkan sekadar perantara jual-beli. Secara praktik, KKMP hanya berlabel sebagai pemilik saham, tetapi secara faktual bekerja layaknya tengkulak kain. Di sinilah terlihat jelas kegagalan kebijakan afirmatif dalam menjalankan fungsi korektifnya.
Governance yang Tersendat: Dari Kolaborasi ke Pseudo-Partisipasi
Secara konseptual, pembentukan KKMP sering diposisikan dalam kerangka governance, yakni pengelolaan urusan publik melalui kolaborasi antara negara, masyarakat, dan aktor ekonomi. Dalam model ini, koperasi seharusnya ditempatkan sebagai subjek kebijakan yang memiliki ruang tawar, bukan sekadar objek pelaksanaan.
Namun praktik di lapangan menunjukkan dominasi logika governing alih-alih governance. Negara tetap menjadi pengendali utama, sementara koperasi berperan sebagai pelaksana yang harus menyesuaikan diri dengan standar lembaga besar. Relasi yang terbangun bersifat hierarkis, bukan kemitraan setara.
Hal ini terlihat jelas dalam relasi KKMP dengan lembaga keuangan dan badan usaha pemerintah. Ketika berhadapan dengan perbankan, lembaga keuangan, badan usaha dan lain sebagainya. Koperasi diperlakukan sama dengan pelaku usaha komersial yang telah mapan. Standar risiko, persyaratan agunan, dan mekanisme pembiayaan diseragamkan tanpa mempertimbangkan mandat afirmatif yang melekat pada KKMP.
Kondisi tersebut mencerminkan apa yang dalam teori kelembagaan disebut sebagai isomorfisme koersif: koperasi rakyat dipaksa meniru logika dan praktik institusi besar agar dianggap layak secara administratif. Akibatnya, karakter sosial koperasi tereduksi, dan tujuan pemberdayaan berubah menjadi sekadar kepatuhan prosedural.
Ketika BUMD Menunjukkan Wajah Afirmasi
Menariknya, pengalaman berbeda justru muncul ketika KKMP Demangan berhadapan dengan Badan Usaha Milik Daerah. Kerja sama dengan PDAM Tirtamarta Yogyakarta dalam distribusi Air Jogja dan oleh-oleh khas daerah dengan mitra anggota pula, menunjukkan bahwa kebijakan afirmatif dapat diterjemahkan secara praktis.
Melalui skema harga eceran tertinggi dan kelonggaran margin, koperasi memperoleh keuntungan meskipun terbatas dalam Penjualan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) dengan Merk Air Jogja. Relasi ini dibangun sebagai kemitraan yang saling memahami posisi masing-masing pihak. Negara Lokal (Daerah), melalui BUMD, bersedia berbagi ruang keuntungan dan secara implisit mengakui keterbatasan kapasitas koperasi.
Pengalaman ini menegaskan bahwa persoalan utama KKMP bukan terletak pada kapasitas lokal, melainkan pada desain kebijakan dan keberanian negara dalam membangun skema afirmatif yang operasional.
Regulasi, DAU, dan Afirmasi yang Berhenti di Wacana
Upaya mengakses pembiayaan perbankan juga telah dilakukan secara prosedural dan politis. KKMP Demangan telah menyelenggarakan Musyawarah Kelurahan Anggota Koperasi, menyusun rencana bisnis, dan memperoleh persetujuan kolektif untuk menjalankan usaha serta mengakses pinjaman bank.
Proses ini dilaksanakan sesuai dengan kerangka Peraturan Menteri Keuangan Nomor 49 Tahun 2025, yang membuka ruang pemanfaatan dana transfer ke daerah sebagai instrumen dukungan program strategis.
Proses tersebut disaksikan langsung oleh Pemerintah Kota Yogyakarta, termasuk Wakil Wali Kota serta Dinas Koperasi dan UKM. Dalam berbagai audiensi dan diskusi, ditegaskan pula oleh KKMP bahwa Dana Alokasi Umum dapat berfungsi sebagai jaminan kebijakan untuk memperkuat akses pembiayaan koperasi.
Namun afirmasi kembali berhenti pada tataran wacana. Tidak ada tindak lanjut operasional yang dapat dijalankan oleh perbankan. Tidak ada keputusan kebijakan yang menjembatani janji politik dengan realitas administratif. Negara hadir sebagai pemberi legitimasi simbolik, tetapi tidak sebagai penanggung risiko kebijakan.
Mengembalikan Afirmasi dalam Kerangka _Governance
Pengalaman KKMP Demangan memperlihatkan kegagalan kebijakan bukan pada niat awal, melainkan pada konsistensi implementasi. Kebijakan afirmatif yang dijalankan dengan logika netral-pasar akan selalu melahirkan kontradiksi. Koperasi dibentuk untuk memperkuat rakyat, tetapi dipaksa bertahan dengan mekanisme yang tidak dirancang untuk mereka.
Jika negara sungguh-sungguh ingin menjadikan KKMP sebagai instrumen keadilan ekonomi, maka afirmasi harus hadir dalam kerangka _governance_ yang nyata: pembagian risiko yang adil, skema pembiayaan yang adaptif, dan relasi kelembagaan yang setara. Tanpa itu, KKMP hanya akan menjadi etalase kebijakan—tampak berpihak di atas kertas, tetapi rapuh ketika dijalankan di lapangan.***

- Dilarang promosi suatu barang
- Dilarang jika memasang link aktif di komentar
- Dilarang keras promosi iklan yang berbau judi, pornografi dan kekerasan
- Dilarang menulis komentar yang berisi sara atau cemuhan
Kebijakan komentar yang bisa Anda temukan selengkapnya disini
Dukungan :
Jika menyukai dengan artikel blog kami, silahkan subscribe blog ini